Kali ini saya bahas tentang Koinobori
Koinobori
adalah bendera berbentuk ikan koi yang dikibarkan di rumah-rumah di Jepang oleh
orang tua yang memiliki anak laki-laki. Pengibaran koinobori dilakukan untuk
menyambut perayaan Tango no Sekku.
Menurut
penanggalan Imlek, Tango no Sekku jatuh pada tanggal 5 bulan 5 ketika Asia
Timur sedang musim hujan. Orang tua yang memiliki anak laki-laki mengibarkan
koinobori hingga hari Tango no Sekku untuk mendoakan agar anak laki-lakinya
menjadi orang dewasa yang sukses. Setelah Jepang memakai kalender Gregorian,
koinobori dikibarkan hingga Hari Anak-anak (5 Mei). Koinobori yang tertiup
angin telah menjadi simbol perayaan Hari Anak-anak.
Kalau zaman dulu koinobori
berkibar di tengah musim hujan, koinobori biasanya sekarang mengingatkan orang
Jepang tentang langit biru yang cerah di akhir musim semi.
Satu set
koinobori terdiri dari ryūdama, yaguruma, fukinagashi, dan bendera-bendera ikan
koi.
- Ryūdama (bola naga)
Bola
yang bisa berputar dipasang di ujung paling atas tiang tempat mengibarkan
koinobori.
- Yaguruma
Roda
berjari-jari anak panah yang dipasang di bawah ryūdama. Ryūdama dan yaguruma
dipercaya sebagai pengusir arwah jahat.
- Fukiganashi
Sarung
angin berhiaskan panji-panji lima warna (biru, merah, kuning, putih, dan hitam)
atau gambar ikan koi. Fukinagashi melambangkan 5 unsur (kayu, api, air, tanah,
dan logam), dan dipercaya sebagai penangkal segala penyakit.
- Koinobori hitam (magoi)
Koinobori
berwarna hitam yang melambangkan ayah dikibarkan di bawah fukinagashi.
- Koinobori merah (higoi) dan koinobori warna lainnya
Koinobori
lain yang berukuran lebih kecil dikibarkan di bawah koinobori merah. Pada zaman
sekarang, koinobori merah melambangkan ibu, koinobori biru melambangkan putra
sulung, dan koinobori hijau melambangkan putra kedua.
Dalam
Buku Han Akhir (Hou Han Shu) yang merupakan salah satu dari buku sejarah resmi
Cina (Sejarah Dua Puluh Empat Dinasti) dikisahkan tentang sebuah air terjun di
sungai Sungai Kuning yang alirannya deras. Ikan-ikan berusaha keras memanjat
air terjun, namun hanya koi yang berhasil memanjat air terjun dan berubah
menjadi naga. Oleh karena itu, koi yang berhasil menaiki air terjun dijadikan
simbol kesuksesan dalam hidup.
Tradisi
pengibaran koinobori di halaman rumah dimulai oleh kalangan samurai pada
pertengahan zaman Edo. Mereka memiliki tradisi merayakan Tango no Sekku dengan
memajang peralatan bela diri, seperti yoroi, kabuto, dan boneka samurai. Selain
itu, mereka membuat koinobori dari kertas, kain, atau kain bekas yang dijahit
dan digambari ikan koi. Koinobori dibuat agar bisa berkibar dan menggelembung
bila tertiup angin.
Pada
awalnya, orang Jepang hanya mengibarkan koinobori berwarna hitam yang disebut
magoi Koi yang dikibarkan paling atas melambangkan putra sulung dalam keluarga.
Sebagai hiasan yang dibuat untuk meramaikan perayaan, koinobori warna lain juga
berangsur-angsur mulai dibuat, dan semuanya melambangkan anak laki-laki dalam
keluarga. Sejak zaman Meiji, koinobori berwarna merah yang disebut higoi mulai dikibarkan untuk
menemani koinobori berwarna hitam. Tradisi pengibaran koinobori biru dimulai
sejak zaman Showa. Ukuran koinobori biru lebih kecil dari koinobori
merah atau hitam, dan melambangkan anak koi.
Pada
zaman sekarang sering dijumpai koinobori warna hijau dan oranye yang dimasudkan
sebagai anak-anak koi. Di beberapa tempat di Jepang, koinobori bukan saja milik
anak laki-laki. Koinobori yang melambangkan adanya anak perempuan dalam
keluarga juga ingin ikut dikibarkan. Tersedianya koinobori warna cerah seperti
oranye kemungkinan ditujukan untuk keluarga yang memiliki anak perempuan.
Pada
1931, pencipta lagu Miyako Kondo menulis lagu berjudul "Koinobori".
Dalam lirik lagu tersebut, koinobori yang besar dan berwarna hitam adalah bapak
koi dan koinobori warna lain yang lebih kecil adalah anak-anak koi. Konsep
dari lirik lagu tersebut diterima secara luas di tengah rakyat yang sedang di
bawah pemerintahan militer. Seusai Perang Dunia II, peran wanita makin penting,
dan koinobori warna merah dipakai untuk melambangkan ibu koi. Satu set
koinobori akhirnya secara lengkap melambangkan keluarga yang utuh: bapak, ibu,
dan putra-putrinya. Hingga kini, lagu "Koinobori" ciptaan Miyako Kondo
tetap dinyanyikan anak-anak, namun liriknya tetap sama seperti ketika
diciptakan pada tahun 1931.
Berkibarnya
koinobori sudah menjadi pemandangan langka di kota-kota besar di Jepang. Makin
sedikitnya keluarga di Jepang yang memiliki anak kecil mungkin menjadi
penyebabnya. Selain itu, penduduk kota besar tidak lagi tinggal di kompleks
perumahan, melainkan di apartemen (mansion) yang tidak memiliki halaman untuk
mengibarkan koinobori.
0 komentar:
Posting Komentar